Natal atau Nata, sejak
berabad-abad lalu telah menjadi basis perdagangan bagi masyarakat Minangkabau.
Bersama kota-kota di pantai barat Sumatera Utara lainnya seperti Sibolga,
Barus, dan Sorkam, kota ini memiliki pola budaya Minangkabau.
Wilayah ini mulai
berkembang sejak diteroka oleh Raja Putiah asal Kesultanan Indrapura. Peneroka lainnya adalah
Pangeran Indra Sutan asal Kerajaan Pagaruyung dan ikut pula
bersamanya Datuk Imam asal Ujung Gading.
Dalam perkembangannya, wilayah ini kemudian
menjadi kerajaan tersendiri yang dikenal sebagai Ranah Nata. Masih
terdapat kontroversi mengenai asal mula nama Natal. Ada yang mengatakan bangsa
Portugis yang memberi nama tersebut karena ketika mereka tiba di Pelabuhan di
Pantai Barat Mandailing, para pelaut Portugis mendapatkan kesan bahwa pelabuhan
alam ini mirip dengan Pelabuhan di wilayah Natal yang berada di Afrika Selatan
sekarang. Ada versi lain yang menyebutkan bahwa armada Portugis tiba di
Pelabuhan ini tepat pada hari besar Natal sehingga mereka menamakan pelabuhan
tersebut dengan nama Natal. Oleh Puti Balkis A Alisjahbana, adik kandung
pujangga Sutan Takdir Alisjahbana menjelaskan bahwa kata "Natal"
berasal dari dua ungkapan pendek masing-masingdalam bahasa Mandailing dan
Minangkabau. Ungkapan dalam bahasa Mandailing yaitu "Na Tarida"
yang artinya yang tampak (dilihat dari kaki Gunung Sorik Marapi di wilayah
Mandailing Natal). Ungkapan ini kemudian berangsur-angsur menjadi Natar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar